Justice Pro: Jurnal Ilmu Hukum
https://ejurnal.uniyos.ac.id/index.php/ylj-server
<p><sub>Justice Pro: Jurnal Ilmu Hukum : Jurnal Ilmu Hukum merupakan jurnal Berkala Ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum, Universitas Yos Soedarso Surabaya Terbit satu tahun dua kali pada bulan Juni dan Desember. Jurnal ini sebagai wadah informasi dan komunikasi di bidang hukum yang berisi artikel ilmiah, gagasan konseptual dan hasil penelitian yang berkaitan dengan ilmu hukum.</sub></p>FAKULTAS HUKUMid-IDJustice Pro: Jurnal Ilmu Hukum2338-9516Analisis Yuridis Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan Oleh Anak
https://ejurnal.uniyos.ac.id/index.php/ylj-server/article/view/251
<p align="center"><strong><em>ABSTRACT</em></strong><strong><em></em></strong></p><p align="center"><strong><em> </em></strong></p><p align="center"><em> </em></p><p><em>Narcotics crimes are not only committed by adults, but these actions are also committed by children. Deviation in behavior or illegal acts committed by children is caused by several factors, including the negative impact of rapid development, the surrounding environment and socio-economic factors. Government efforts to overcome this, namely by issuing Law no. 35 of 2009 concerning Narcotics and in the case of children who do it, it is linked to Law No. 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice system.</em></p><p><em>The research method used is normative legal research, namely using various secondary data such as statutory regulations, court decisions, legal theory, legal journals, papers published in the mass media related to narcotics crimes committed by children.</em></p><p><em>The application of criminal sanctions against children who commit the narcotics crime is of course different from the application of criminal sanctions against adults who commit narcotics crimes, so it is important for judges to consider in imposing a decision on a child who has committed a narcotics crime. The basis for the judge's consideration in imposing a sentence will greatly determine whether the verdict can be considered fair or not and whether the decision is accountable or not.Therefore, the judge must be able to formulate all laws related to narcotics crime cases committed by children carefully so that the verdict is can reflect a sense of justice for all parties and can be accounted for.</em></p><p><strong><em>Keywords: Children, Narcotics</em></strong><strong><em></em></strong></p><p><strong><em> </em></strong></p><p align="center"><strong>ABSTRAK</strong><strong></strong></p><p align="center"><strong> </strong></p><p> </p><p>Tindak pidana Narkotika bukan saja dilakukan oleh orang dewasa, tetapi perbuatan tersebut juga dilakukan oleh anak. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, lingkungan sekitar maupun faktor sosial ekonomi. Upaya pemerintah dalam menanggulangi hal tersebut yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan dalam hal anak yang melakukannya, maka dikaitkan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang sistem Peradilan Pidana Anak.</p><p>Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan  perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori  hukum, jurnal-jurnal hukum,           karya tulis yang dimuat di media massa yang berkaitan dengan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak.</p><p>Penerapan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana Narkotika tentulah berbeda dengan penerapan sanksi pidana terhadap orang dewasa  yang melakukan tindak pidana narkotika, sehingga penting bagi hakim untuk mempertimbangkan dalam menjatuhkan putusannya terhadap Anak yang melakukan tindak pidana narkotika. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana akan sangat menentukan  apakah  putusannya dapat dianggap adil atau tidak dan apakah putusannya dapat dipertanggung jawabkan atau tidak, Maka, hakim harus dapat memformulasikan seluruh Undang-Undang yang terkait  terhadap  kasus  tindak pidana  narkotika  yang dilakukan  oleh  anak  dengan  cermat  agar putusannya dapat mencerminkan rasa keadilan bagi seluruh pihak dan dapat dipertanggung jawabkan.</p><p><strong><em>Kata Kunci: Anak, Narkotika</em></strong></p><p><strong> </strong></p>Ruslin RuslinAde Irnia Hidayah
Hak Cipta (c) 2021 Justice Pro: Jurnal Ilmu Hukum
2021-06-092021-06-095111010.53027/jp.v5i1.251Kajian Yuridis Pidana Denda Terhadap Pelaku yang Memperdagangkan Minuman Beralkohol Tanpa Izin
https://ejurnal.uniyos.ac.id/index.php/ylj-server/article/view/252
<p align="center"><strong><em>ABSTRACT</em></strong></p><p align="center"><em> </em></p><p align="center"><em> </em></p><p><em>Imposing sanctions is often interpreted as retribution given by the state to the perpetrators of a criminal act, which has the objective of deterring and preventing people from committing a criminal act. The existing facts show and illustrate that these crimes cannot be prevented. One of the reasons is because the criminal sanctions imposed are not in accordance with the criminal act committed. One of the criminal acts imposed with a fine is the crime of selling alcoholic drinks without a permit. The problem that will be discussed in this paper is how to regulate the crime of selling alcoholic drinks.</em></p><p><em>The method used in the discussion of the problems stated above is the library research method, which is research with various sources of reading from the literature to obtain secondary data in the form of legislation, criminal law literature, research results, written works and reading materials. others related to writing.</em></p><p><em>The results of this journal's research are, among others, that the regulation of the crime of selling alcoholic drinks without a permit is regulated in Article 25 paragraph (1) Number 35 of 1999. The fines imposed on the perpetrator of the crime of selling alcoholic drinks viewed from a PN Judge's decision are not with the provisions contained in Article 25 paragraph (1), where the fine sentence imposed by the Judge on the perpetrator of selling alcoholic drinks without permission is too light than what it should be.</em></p><p><strong><em>Keywords: </em></strong><em>Fines, Alcoholic Drinks</em><strong><em></em></strong></p><p align="center"><strong> </strong></p><p align="center"><strong>ABSTRAK</strong><strong></strong></p><p> </p><p> </p><p>Pemberian sanksi sering kali diartikan sebagai balasan yang diberikan oleh negara kepada pelaku-pelaku tindak pidana, yang mengandung tujuan penjeraan dan pencegahan agar orang tidak melakukan tindak pidana. Kenyataan yang ada menunjukkan dan  memberikan gambaran  bahwa  tindak  pidana  tersebut  tidak dapat dicegah. Salah satu alasannya adalah dikarenakan sanksi pidana yang dijatuhkan tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan.  Salah satu bentuk tindak pidana yang dikenakan dengan pidana denda adalah tindak pidana Menjual Minuman Beralkohol Tanpa Ijin. Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah bagaimanakah pengaturan tindak pidana menjual minuman beralkohol.</p><p>Metode yang digunakan dalam pembahasan permasalahan yang dikemukakan di atas adalah metode studi pustaka (<em>library research</em>), yaitu penelitian dengan berbagai sumber bacaan dari pustaka untuk mendapatkan data skunder berupa peraturan perundang-undangan, literatur Hukum pidana, hasil penelitian, hasil karya tulis dan bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan.</p><p>Hasil penelitian dari jurnal ini adalah antara lain bahwa pengaturan tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin diatur dalam Pasal 25 ayat (1) Nomor 35 Tahun 1999.  Pidana denda yang dijatuhkan pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol yang  ditinjau  dari putusan  Hakim PN  adalah tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat  dalam Pasal 25 ayat  (1), dimana pidana denda yang dijatuhkan Hakim pada pelaku menjual minuman beralkohol tanpa izin terlalu ringan dari pada ketentuan yang seharusnya.</p><p><strong>Kata Kunci: </strong>Denda, Minuman Beralkohol<strong></strong></p>Ismaya Dwi AgustinaDicha Ayu Cheria Wardani
Hak Cipta (c) 2021 Justice Pro: Jurnal Ilmu Hukum
2021-06-182021-06-1851112310.53027/jp.v5i1.252Analisis Yuridis Simplifikasi Peraturan Perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Klaster Perbankan
https://ejurnal.uniyos.ac.id/index.php/ylj-server/article/view/253
<p align="center"><strong><em>ABSTRACT</em></strong><strong><em></em></strong></p><p align="center"><strong><em> </em></strong></p><p align="center"><strong><em> </em></strong></p><p><em>Indonesia is a country that adheres to a civil law legal system, where all forms of regulation must be written and form the basis of statutory regulations. At present the laws and regulations in Indonesia that have been made are over regulated. Apart from that, there are still many regulations that are considered to be overlapping. The overlapping regulations give rise to several new problems, including horizontal conflict of legal norms, the emergence of unscrupulous persons extortion, and biased regulations. On this basis, the House of Representatives has taken steps to simplify statutory regulations by using the omnibus law method. With these steps, it is hoped that the creation of legal harmonization and increasing investment in Indonesia</em></p><p><strong><em>Keywords: Simplification of laws and regulations, Banking.</em></strong></p><p align="center"><strong> </strong></p><p align="center"><strong>ABSTRAK</strong><strong></strong></p><p align="center"><strong> </strong></p><p>Indonesia adalah sebuah negara yang menganut sistem hukum <em>civil law</em>, dimana segala bentuk peraturan haruslah tertulis dan berbntuk peraturan perundang-undangan. Pada dewasa ini peraturan perundang-undang di Indonesia yang telah dibuat terbilang sengat banyak (<em>over regulated</em>). Selain tiu juga masih banyak peraturan yang dinailai tumpang tindih. Peraturan yang tumpang tindih menimbulkan beberap permaslahan baru diantaranya konflik norma hukum secara horizontal, munculnya oknum yang melakukan pungli, dan membuat peraturan menjadi bias. Atas dasar tersebut Dewan Perwakilan Rakyat melakukan sebuah langkah simplifikasi peraturan perundang-undangan dengan menggunakan metode <em>omnibus law. </em>Dengan langkah tersebut diharapkan akan terciptanya harmonisasi hukum dan meningkatkan investasi yang ada di Indonesia.</p><p><strong>Kata Kunci: </strong><em>Simplifikasi </em>peraturan perundang-undangan, Perbankan.                                            </p><p> </p>Prasetyo Hadi Prabowo
Hak Cipta (c) 2021 Justice Pro: Jurnal Ilmu Hukum
2021-06-092021-06-0951243310.53027/jp.v5i1.253Penerapan Yuridiksi dalam Pembajakan Kapal Kota Budi Singapura di Perairan Nigeria 2020
https://ejurnal.uniyos.ac.id/index.php/ylj-server/article/view/254
<p align="center"><strong><em>ABSTRACT</em></strong><strong><em></em></strong></p><p align="center"><strong><em>Â </em></strong></p><p><em>This study intends to describe the view of international law and the application of jurisdictional concepts in the hijacking of the Singapore-owned ship, Kota Budi that occurred in Nigerian waters. There are some jurisdictional concepts that can be used in adjudicating this piracy case, such as; the concept of territorial, personal, extraterritorial jurisdiction, and the principle of protection. The research also aims to educate readers about; (1) the view of international law on international crimes such as piracy in general and, (2) the application of the jurisdiction concepts in the Kota Budi ship piracy.</em></p><p><em>In achieving the research objectives, the kind of research method used by the author is descriptive research with the help of library research data collection techniques sourced from credible and valid books, journals, documents, and websites. Meanwhile, in analyzing the data the writer used qualitative analysis techniques and deductive writing style.</em></p><p><em>The results of the study show that; (1) piracy is an international crime decided by the Convention on High Seas (CHS) 1985, United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, United Nations Convention against Transnational Organized Crime (UNTOC), International Maritime Organization (IMO), Indonesian Ministry of Foreign Affairs (Ministry of Foreign Affairs of The Republic of Indonesia) and the Convention for the Suppression of the Unlawful Acts of Violence Against the Safety of Maritime Navigation (SUA), and (2) the concepts of territorial, personal, extraterritorial jurisdiction and the concept of the principle of protection can be applied in adjudicating the Kota Budi ship piracy happened in Nigerian waters.</em></p><p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em>: Jurisdiction implementation, international law, piracy, Kota Budi ship</em></strong></p><p align="center"><em>Â </em></p><p align="center"><strong>ABSTRAK</strong><strong></strong></p><p>Â </p><p>Â </p><p>Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan pandangan hukum internasional dan penerapan konsep-konsep yuridiksi dalam kasus pembajakan kapal Kota Budi milik Singapura yang terjadi di perairan Nigeria. Ada beberapa konsep yuridiksi yang dapat digunakan dalam mengadili kasus pembajakan ini, antara lain; konsep yuridiksi teritorial, personal, ekstrateritorial dan prinsip perlindungan. Penelitian bertujuan untuk mengedukasi pembaca mengenai; (1) pandangan hukum internasional terhadap kejahatan internasional seperti pembajakan pada umumnya dan, (2) penerapan konsep-konsep yuridiksi dalam pengadilan kasus pembajakan kapal Kota Budi.</p><p>Dalam pencapaian berdasarkan tujuan penelitian, metode penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu jenis penelitian deskriptif yakni dengan menggunakan studi pustaka (<em>library research</em>) yang beasal dari buku, jurnal, dokumen dan website yang kredibel dan valid. Sedangkan dalam menganalisis data penulis memakai teknik analisis kualitatif serta gaya penulisan deduktif.</p><p>Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa; (1) pembajakan (<em>piracy</em>) merupakan tindak kejahatan internasional berdasarkan hasil keputusan <em>Convention on High Seas</em> (CHS) 1985, <em>United Nation Convention on the Law Of the Sea</em> (UNCLOS) 1982, <em>United Nations Convention against Transnational Organized Crime</em> (UNTOC), <em>International Maritime Organization</em> (IMO), Kementrian Luar Negeri Indonesia (<em>Ministry of Foreign Affaris of The Republic of Indonesia</em>) dan <em>Convention for the Suppression of the Unlawful Acts of Violence Against the Safety of Maritime Navigation</em> (SUA), dan (2) dalam mengadili kejahatan pembajakan kapal Kota Budi Singapura di perairan Nigeria, dapat digunakan konsep yuridiksi teritorial, personal, ekstrateritorial dan konsep prinsip perlindungan</p><p><strong>Kata Kunci</strong><strong>: Penerapan yuridiksi, hukum internasional, pembajakan, kapal Kota Budi</strong></p><p class="Bodytext20">Â </p>Eunike AngelitaAula Qurrotu Aini
Hak Cipta (c) 2021 Justice Pro: Jurnal Ilmu Hukum
2021-06-092021-06-0951344010.53027/jp.v5i1.254Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Ujaran Kebencian Melalui Media Sosial
https://ejurnal.uniyos.ac.id/index.php/ylj-server/article/view/256
<p align="center"><strong><em>ABSTRACT</em></strong><strong><em></em></strong></p><p align="center">Â </p><p><em>This study aimed to find out the application of criminal acts of hate speech in social media in the perspective of criminal law and to analyze the obstacles in handling hate speech by law enforcement. This is a normative research of normative legal research. Secondary data used in this study included primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Literature studies were used as data collection techniques. The results of this study indicated that the application of criminal law in criminal acts of hate speech on social media used more specific laws and regulations (lex specialis derogat legi generale), namely Law Number 11 of 2008 juncto Act Number 19 of 2016 concerning Information and Electronic Transactions contained in Article 28 paragraph (2). The existence of the Information and Electronic Transaction Law is to guarantee the recognition and to respect the rights and freedoms of others as well as to fulfill demands for just and in accordance with the considerations of security and public order in creating a democratic society so that it can realize justice. It was also found some obstacles in handling the hate speech namely law enforcement factors, means or facilities factors, community factors and cultural factors. So the application of criminal acts of hate speech on social media is more specifically using Law No. 11 of 2008 juncto Act No. 19 of 2016 concerning Information and Electronic Transactions..</em></p><p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em> : </em></strong><em>Hate Speech, Social Media, Criminal Law.</em></p><p align="center"><strong><em>Â </em></strong></p><p align="center"><strong>ABSTRAK</strong><strong></strong></p><p align="center"><strong>Â </strong></p><p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan tindak pidana ujaran kebencian di media sosial dalam prespektif hukum pidana dan menganalisa kendala-kendala yang terjadi dalam penanganan ujaran kebencian yang dilakukan oleh penegak hukum. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat normatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa penerapan hukum pidana dalam tindak pidana ujaran kebencian di media sosial menggunakan peraturan perundang-undangan yang bersifat lebih khusus (lex specialis derogat legi generale) yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 juncto Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang terdapat dalam Pasal 28 ayat (2). Lahirnya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan memenuhi tuntutan yang adil dan sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam menciptakan suatu masyarakat yang demokratis agar terwujud suatu keadilan. Kendala dalam penanggulangan ujaran kebencian yaitu faktor penegak hukumnya, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Jadi penerapan tindak pidana ujaran kebencian (hate speech) di media sosial lebih khusus menggunkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 junco Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik..</p><p><strong>Kata kunci</strong> : Ujaran Kebencian, Media Sosial, Hukum Pidana.</p><p align="center"><strong>Â </strong></p>Muklis Suhendro
Hak Cipta (c) 2021 Justice Pro: Jurnal Ilmu Hukum
2021-06-152021-06-1551414510.53027/jp.v5i1.256